SETIAP PENYAKIT ADA OBATNYA

Setiap Penyakit Ada Obatnya dan Setiap Masalah Ada Cara Mengatasinya

al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah
Asy-Syaikh al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Syaikh Shalih Abu Bakr yang dikenal dengan Ibnu Qayyim al-Jauziyah ditanya, “Apa yang dikatakan oleh para tokoh ulama, para imam Islam radhi’allahu’anhum tentang seseorang yang ditimpa dengan sesuatu musibah yang diketahui bahwasanya kalau musibah itu terus menerus melanda, dengannya akan merusak dunianya dan akan merusak akhiratnya orang yang ditimpa musibah tersebut. Dan dia telah bersungguh-sungguh untuk menolak musibah tadi dari dirinya dengan segala macam jalan, namun tidak bertambah musibah itu kecuali nyalanya dan kedahsyatannya. Maka bagaimana cara menolak musibah itu dan apa jalan untuk menyingkapkannya?
Semoga Allah merahmati orang yang menolong seseorang yang ditimpa bencana tadi. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menaungi saudaranya. Berilah fatwa kepada kami niscaya kalian akan mendapatkan pahala dan semoga Allah merahmati kalian.
Maka Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjawab:
Alhamdulillah, amma ba’du. Telah tsabit dalam kitab Shahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari nabi shallallahu’alaihi wasallam beliau bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَل لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5678)
Jabir radhiallahu ‘anhu membawakan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim no. 5705)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengabarkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُ دَوَاءً، جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ وَعَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ
“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453. Dan hadits ini dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451)
Dari Usamah bin Syarik radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَتِ اْلأَعْرَابُ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَنَتَدَاوَى؟ فَقَالَ: نَعَمْ يَا عِبَادَ اللهِ، تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ. قَالُوا: مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ
Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shahih mimma Laisa fish Shahihain, 4/486)
Ini mencakup obat-obat qalbu, jiwa, dan fisik sekaligus jenis penawarnya. Dan nabi shallallau’alaihi wasallam menjadikan kebodohan sebagai penyakit dan menjadikan obatnya kebodohan adalah dengan bertanya kepada para ulama.
Dan telah datang riwayat di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu, bahwa seorang laki-laki terluka ketika safar kemudian dia mimpi basah. Maka dikatakan kepadanya: “Kami tidak mendapati keringanan untukmu.” Kemudian dia mandi, lalu meninggal. Ketika dikabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka (sebagai teguran yang keras kepada mereka -pent). Tidakkah mereka bertanya jika mereka tidak tahu, karena sesungguhnya obatnya al ‘ay (kebodohan) adalah bertanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di Ath Thohaaroh no. 336 dan Ibnu Majah no. 572, dan ini hadits yang hasan)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengkabarkan dalam al-Quran bahwasanya al-Quran adalah juga sebagai penyembuh,
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Dan jika Kami jadikan Al Qur’an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. Apakah (patut Al Qur’an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Qur’an itu adalah petunjuk dan obat penawar bagi orang-orang yang beriman.” (Fushshilat: 44)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (al-Israa: 82)
Kalimat “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an” dalam ayat di atas menjelaskan jenis, bukan untuk menjelaskan sebagian. Karena al-Quran seluruhnya adalah penyembuh sebagaimana Allah berfirman dalam ayat sebelumnya. Maka al-Quran adalah penyembuh bagi qalbu-qalbu dari penyakit kebodohan, kerancuan, dan kebingungan. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan dari langit penyembuh yang lebih umum, lebih bermanfaat, lebih besar, dan lebih mujarab untuk menghilang penyakit daripada al-Quran.
(Dinukil dari kitab ad-Da`u wad Dawa` aw al-Jawabul Kaafi, Penulis al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hal. 5-6)